Kamis, 31 Maret 2011

Jawa Dwipa II


Bait 01
Di Tenggara benua Asia, dalam kelompok kepulauan Nusantara Jawadwipa terletak anggun dan perkasa merekah gagah, pancarkan seni budaya pahlawan masa dan ksatria budi luhur Pantai Utaranya terima deburan ombak laut Jawa Selat Sunda memisahkannya dan bumi Swarnadwipa di sebelah Barat di sebelah Timur berbaris memanjang Kepulauan Nusa Tenggara dan ombak laut Selatan, Samudra Indonesia, ramaikan Jawadwipa Tegak menjulang barisan pegunungan di bagian tengah pulau Gunung-gunung Gede, Pangrango, Slamet, Merapi, Merbabu, Dieng, Bromo, Kelud dan Semeru menjangkau  awan putih, sinarkan wahyu semangat Dari sana mata air alirkan sungai-sungai Citarum, Ciliwung, Bengawan Solo dan Kali Brantas. Hidupkan lembah-lembah hijau Jawadwipa. Di kala mentari pagi beranjangsana ke atas dunia Tampak air kali coklat berbuih mengalir tenang, suburkan petak-petak sawah kuning padi merunduk melambai tertiup angin hijau segar nampak hutan-hutannya. Tatkala gelap malam naungi bumi Jawadwipa sinar perak rembulan memancar di atasnya lalu terdengar seruan jangkrik mendesing bertingkahan dengan paduan suara katak nan riuh rendah Sungguh indah sang putri Nusantara, Jawadwipa Dan amatlah tua sejarahnya.
Bait 02
Ratusan ribu tahun yang silam manusia Jawa hidup di dataran rendah pulau ia dikenal dengan nama kera yang berdiri tegak atau Pithecantropus Erectus Mojokertoensis berkelompok mereka hidup, berkembang biak dan berburu bersaingan dengan binatang-binatang hutan Lalu ribuan tahun yang telah silam sebelum Kristus lahir, sebelum ada tarikh Saka dari tanah Utara, di sekitar Cina Selatan, Yunnan dan Tonkin nenek moyang bangsa Melayu tiba dengan ratusan perahu ke Nusantara sebagian tinggal menetap sebagian berlayar terus ke Philipina, Madagaskar Irian dan pulau-pulau Polynesia Desa-desa terbentuk dengan wilayahnya tempat masyarakat, yang bersifat kerakyatan, menetap Alat-alat senjata dari perunggu dan besi serta kepandaian tanah liat, menganyam dan menanam padi memulai kebudayaan di Jawadwipa.
Bait 03
Dalam abad pertama tarikh Masehi datanglah orang-orang Hindu dari India Bersama mereka, para pedagang, pendeta dan Pangeran agama Hindu dan Buddha tibalah Pangeran Aji Saka, yang mulia perkasa membawa aksara Sanskrit dan Pallawa yang di Jawadwipa lalu menjadi abjad-abjad:
Ha    Na    Ca   Ra    Ka
Da    Ta    Sa   Sa    La
Pa    Da    Ja   Ya    Nya
Ma    Ga    Ba   Tha   Nga
kala itulah sejarah agung dimulai pada permulaan tarikh Saka.
Bait 04
Di Jawadwipa, di masa yang telah silam memerintah raja-raja agung yang ternama, Pertama dari para raja, Sri Baginda Punawarman, Bijaksana, adil dan pelindung rakyatnya, Penegak utama kekuasaan Tarumanegara, Dan junjungan bagian pulau sebelah Barat, Dalam abad keempat tarikh Masehi, Ia membangun pengairan sawah dengan kanal-kanal panjang di daerah Krawang karena mulianya digelari titisan dewa Wisnu dalam prasasti kali Ciaruteun, Di bagian tengah Jawadwipa dalam tahun masehi 657tersebutlah nama kerajaan Kalingga dan ratunya, Sima, yang adil dan jujur Pada masa itu dibangun candi-candi Siwa di dataran tinggi Dieng terkenal pula waktu itu, nama Jnanabadhra guru besar agama Buddha yang tinggi ilmunya.
Bait 05
Tahun 732, Sanjaya memerintah Mataram, Di samping para raja wangsa Sailendra banyak didirikan candi suci sebagai baktipuja, Pawon, Mendut dan Kalasan berdiri dan atas niat raja Samarottungga, Borobudur telah berdiri, pada tahun 772 bagi keluhuran budi sang Buddha sekitar masa itulah, yaitu dalam tahun 700 kitab nyanyian Syandracarana dituliskan kemudian berpindahlah kuasa Sailendra wangsa ke Swarnadwipa, di kerajaan Sriwijaya.
Bait 06
Pada tahun 778 dibangunlah candi Siwa di Prambanan atas perintah raja Hindu, Daksa yang terselesaikan tahun 822, Mulai tahun 742 hingga tahun 754 Dyah Balitung yang perkasa, raja Mataram di Medang Kamulan persatukan bagian Timur dan Tengah Jawadwipa, Lalu pada tahun 847, baginda Mpu Sindok pindahkan pemerintahan ke Timur Jawadwipa di Watu Galuh, dekat Jombang, berdiri kratonnya, Pada masa pemerintahannya, Sri Sambhara Suryawarana menuliskan kitab Sang Hyang Kamahayanikan.
Bait 07
Pada akhir abad ke 10 tarikh Masehi, Dharmawangsa memerintah dari Watan di kaki gunung Penanggungan ialah itu yang perintahkan agar disusun kitab undang-undang Siwasasana bagi negerinya, Namun, pada tahun 928, dalam pesta kawin di kraton Watan, Dharmawangsa tewas karena serangan Wurawari, raja Lor Arang keraton dibakar, keluarga raja binasa oleh pedang disebut oleh para pujangga peristiwa itu akhir dunia (pralaya).
Bait 08
Airlangga, menantu Dharmawangsa yang ibundanya cucu Mpu Sindok dan ayahnya raja Bali selamat dari peristiwa sedih dimalam itu lalu disusunnya kekuatan, dipanggilnya nama Wisnu dan dibalasnya dendam pada Sang Wurawari, Pada tahun 1037 ia memerintah di Kahuripan di kaki gunung Penanggungan kemudian ia berpindah ke kraton di Daha Gelar Abiseka sang Prabu ialah: Sri Maharaja Rakai Halu Sri Lokeswara Dharmawangsa Erlangga Anantawikrama Uttunggadewa, Pada masa bahagia itulah ditulis karya sastra Arjuna Wiwaha dan Bhagawadgita, Sang Prabu wafat pada tahun 971 dan dua putranya yang bermusuhan memerintah di Jenggala dan Kediri dari hidup merekalah kisah-kisah Panji dituliskan.
Bait 09
Sekitar masa Airlangga, yaitu tahun 1030, Jawadwipa bagian sebelah Barat diperintah oleh raja Sri Jayabupati yang kratonnya terletak di Galuh Pakuan.
Bait 10
Pada tahun masehi 1135, dinobatkan di Kediri keturunan agung Airlangga dengan gelar Abiseka
Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabhaya Sri Warmeswara Madhusudhanawatara Anindita Suhtrasingha Parakrama Uttunggadewa, Beliau raja yang keramat dan tajam pandangnya bagi masa-masa kemudian diucapkannya ramalan akan nasib Jawadwipa, akan nasib bangsanya dengan kalimat nan terselubung, arti tersembunyi Pada tahun 1157, sebelum sang Prabu wafat Mpu Sedah dan Mpu panuluh, menuliskan kita Bharatayudha.
Bait 11
Tahun 1107 saksikan penobatan raja di Kediri yang bergelar Abiseka Sri Maharaja Kamesware Triwikrama Awatara  Aniwariwirya Parakrama Digjaya Uttunggadewa, Permaisurinya adalah Kirana Ratu putri Jenggala nan ayu jelita, Pujangga agung Mpu Dharmaja memandang raja dan ratunya, tatkala ditulisnya kisah Dewa Kamajaya dan Ratih Dewi dalam karya sastra nan halus merasuk yang bernama Smaradahana.
Bait 12
Kejayaan dan keagungan Kediri, hilang lenyap dikancah pertempuran Di Ganter, pada tahun 1044, Sewaktu Kertajaya Dandang Gendis terkalahkan oleh barisan Tumapel dan dahsyat Ken Arok yang lalu menjadi yang dipertuan di tanah Jawa dengan gelar Abiseka: Sri Rajasa Sang Amurwabhumi, Bersama permaisuri Ken Dedes, dipuja rakyat namanya dan dimuliakan masa pemerintahannya walau Ken Arok anak orang desa para turunannya menjadi raja agung, Pada tahun 1127 wafatlah Ken arok dan naik takhta putra tirinya, Anusapati putra Ken Dedes dari suami pertamanya, Tunggul Ametung, Semangkatnya raja Anusapati; Tohjaya, putra Ken Arok dari Ken Umang, naik takhta di Kediri namun ia mati terbunuh oleh permupakatan antara Seminingrat, putra Anusapati dan Narasinghamurti, anak Mahisa Wong Ateleng, cucu Bhatara Parameswara, cicit Ken Arok dan Ken Dedes Semingrat lalu memerintah di Kutaraja dengan permaisuri Waning Hyun, adik Narasinghamurti, Narasinghamurti diangkat, jadi ratu Angabhaya
Sang Prabu, gelar Abiseka Wisnuwarhana membangun pelabuhan Canggu di sungai Brantas, Putranya, Sri Lokawijaya, dinobatkan tahun 1254 dengan gelar Abiseka Sri Kertanegara waktu itulah berganti nama Kutaraja menjadi Singasari, Ialah raja yang taat pada agama, pelindung rakyat yang perkasa dan negarawan yang bijaksana, Pada tahun 1274 dikirimnya lasykar Singasari dalam peristiwa Pamalayu, ke Dharmasraya, di Jambi ditundukkannya Tribhuwanaraja Mauliwarmadewa dan padanya dianugerahkan arca Amoghapasa sebagai lambang persahabatan, Dijalinnya pula hubungan akrab, dengan Jayasingawarman III, penguasa negeri Campa karena kala itu terdengar, niat maksud Khubilai Khan agar Jawadwipa sembah bakti padanya yang bahkan telah kirimkan duta besarnya tuk paksa Kertanegara terima kehendak sang kaisar Dengan marah sang Prabu mengusir utusan Tatar dan canangkan kewibawaan Singasari, Tahun 1292 terjadi peristiwa hina yang menyedihkan karena Jayakatwang, raja bawahan di Gelang-gelang berkhianat menghantam sang Prabu di kratonnya Kertanegara gugur dan berpulang ke Jinalaya dimakamkan dengan gelar: Yang Mulia di alam Siwa-Buddha Menantu sang prabu, Sanggramawijaya, disertai para hamba lari dikejar musuh, hingga tiba di Madura Arya Wiraraja lindungi ia, dan dimintakan ampun pada Jayakatwang atas ijinnya, Wijaya membangun Majapahit, dekat Majakerta dan dihimpunnya tentara, tuk balaskan dendam Kertanegara.
Bait 13
Namun suatu peristiwa terjadi
Tanggal 1 Maret 1293, tahun Saka 1215
tentara bangsa Tatar berlabuh di Tuban
dipimpin Shih Pi, Kau Hsing dan Ike Mese
Berbaris berderap pasukannya masuki Jawadwipa
dan ratusan layari sungai Serayu
Dengan penuh kedahsyatan, dibantu Sanggramawijaya
diserbu dan dihalaunya lasykar Jayakatwang
kemudian Sanggramawijaya berbalik menikam
menyerbu orang-orang Tatar, kala mereka mabuk kemenangan
maka pada tanggal 24 April 1293, Saka 1215,
berlayar pulanglah balatentara Tatar
Bait 14
Sanggramawijaya, putra Dyah Lembu Tal, cucu Narasinghamurti
dan menantu Kartanegara
Dinobatkan pada Saka 15 kartika 1225, yaitu masehi 1303,
dengan gelar Abiseka: Sri Kertarajasa Jayawardhana
Empat putri Kartanegara, semua istri sang Prabu
Tribhuwana, Mahadewi, Jayendradewi (Prajnya Paramita)
dan Dyah Dewi Gayatri (Rajapatni), ibunda Tribhuwanatunggadewi
Istri kelima sang Prabu, Dara Petak Dyah Indreswari
yang datang dari Dharmasraya, beliaulah ibunda Jayanegara
Bait 15
Semangkatnya Kertarajasa, naik takhta Jayanegara
masa pemerintahannya amat penuh oleh kesedihan
dan pertumpahan darah
Sang Prabupun wafat pada tahun 1328
ditikam pisau tabib Tanca
Pada masa itulah Gajah mada, anak desa
menanjak lekas, karena jasanya pada Sri Jayanegara
Bait 16
Bulan Badhra çaka 1251 (1329), Tribhuwanatunggadewi
naik ke atas singgasana Majapahit, gelar sang ratu
Tribhuwanatunggadewi Maharajasa Jayawisnuwardhani
masa pemerintahannya negeri aman sentosa
dan sesudah gempa bumi di Pabanyu pindah
pada tahun kelahiran Hayam Wuruk, tahun 1334
Gajah Mada menjadi Patih Mangkubumi
kala itu diujarkannya Sumpah Palapa, persatuan Nusantara
Jika telah berhasil tundukkan Nusantara saya
Baru akan beristirahat. Jika Gurun, seram,
Tanjung Pura, Haru, Dompo, pahang, Bali, Sunda,
Palembang, Tumasik telah tunduk, saya
Baru akan beristirahat.
Tahun itu juga, balatentara majapahit dipersiapkan
tuk menyatukan kepulauan Nusantara
dibantu oleh Laksamana Nala, Adityawarman dan para mentri
dua puluh tiga tahun lamanya Gajah Mada juangkan impiannya
Bait 17
Tahun 1350 menjadi bikhu sang ibunda ratu
dan dinobatkanlah Hayam wuruk, dengan gelar
Dyah Hayam Wuruk Sri Rajasanegara
Masa itulah jaman keagungan bangsa
Nusantara bersatu, keadaan aman tentram
Terdapat pula kitab undang-undang Kutara Manawa
yang ciptakan masyarakat adil di majapahit
Sang Prabu, Apatih Mangkubumi, Para Mentri serta
Dharmajaksa ring Kasyawan dan Dharmajaksa ring Kasogatan
dijunjung diluhurkan di pelosok negeri
Namun pada tahun 1357 terjadi peristiwa nista
Namanya perang Bubat
Bait 18
Di tanah Pasundan bertakhta Prabu Maharaja
Putrinya Dyah Pitaloka amat rupawan tiada tara
kebanggaan istana, kemuliaan Galuh pakuan
karena lamaran Dyah Hayam Wuruk, berangkat Sang Prabu
sertai putrinya ke Majapahit
diiring ratusan ksatria Sunda yang gagah dan cakap berperang
Di sana tinggal mereka di lapangan Bubat
tuk nantikan pinangan sang Prabu Hayam Wuruk
Namun Gajah Mada inginkan raja Sunda sembahkan putrinya
Sebagai tanda bakti dan laku setia
Amat marah terhina para ksatria Sunda
ditolak permintaan, dilayani ksatria Majapahit
hingga semua orang Sunda gugur, di tanah lapang Bubat
Bait 19
Sesudah peristiwa Bubat yang amat hina itu
berhentilah perang perluasan wilayah
Masa bahagia negeri majapahit berlangsung
disertai dengan pembangunan candi-candi,
dan pengembangan seni budaya
utusan para raja di Nusantara, menghadap Sang Prabu membawa upeti
Para dutapun datang berkunjung, dari negeri-negeri sahabat
Sri langka, Campa dan Ayodhya
Pada tahun 1365 Prapanca menulis kitab Desawarnana,
yaitu Negarakertagama
tentang perjalanan sang Prabu meninjau negeri
dan sejarah agung para leluhurnya
Mahapatih Gajah Mada, kebanggaan negeri Majapahit,
wafat  pada tahun 1364
menangis sang Prabu dan keluarganya,
terharu sedih seisi negeri
tak diangkat mahapatih baru untuk mengganti
tak ada yang cakap, yang perwira bagai dia
Bait 20
Dyah Hayam Wuruk wafat pada tahun 1389
dan naiklah Wikramawardhana ke atas takhta
ialah putra ibunda Bhre Pajang, cucu Tribhuwana Tunggadewi
dan menantu Dyah Hayam wuruk
setelah masa pemerintahannya, istrinya,
Kusumawardhani berganti memerintah
Kemudian pada tahun 1429 Suhita menjadi ratu
dialah putri Kusumawardhani dan Wikramawardhana
Kertawijaya, putra Wikramawardhana dari selirnya
Naik takhta pada tahun 1446
dan memerintah selama lima belas tahun
kemudian kekuasaannya berpindahlah
pada Wangsa Girindrawardhana
Bait 21
Dyah Wijayakarana, raja pertama wangsa baru
dinobatkan pada tahun 1451
dua tahun lamanya sang Prabu memerintah
Lalu berkuasa di Majapahit selama 15 tahun
raja-raja yang bukan berasal dari Girindrawardhanawangsa
Tahun 1468, naik ke atas takhta cucunda
Dyah Wijayakarana, bernama Singawardhana Dyah Wijayakusuma
Pamanda Dyah Wijayakusuma, Bhre Kertabumi namanya,
menjadi raja pada tahun 1474
dan empat tahun sang Prabu memerintah
Tahun 1486 raja Majapahit terakhir dinobatkan
namanya Prabu Nata Dyah Ranawijaya, putra Singawardhana
Dyah Wijayakusuma; setelah berhasil merebut mahkota
dari Bhre Kertabhumi
Pada tahun 1527 Sang Prabu gugur,
bersama hancurnya Majapahit
Karena serangan Raden Patah dari Demak
Menjelang kebinasaan Majapahit, yang telah rapuh
oleh perebutan kekuasaan dan iri hati
masih tampil karya agung budaya luhur
berujud kitab-kitab Arjunawijaya, Sutasoma, Purusadasanta
yang ditulis Mpu Tantular
serta Wretta Sancarya dan Siwaratrikalpa
buah pikiran Mpu Tanakung


Enhanced by Zemanta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih buat komentarnya